Politik

Kedua kalinya, UU MD3 digugat ke MK

Pakar hukum tak menyarankan presiden membuat Perppu, karena Perppu juga membutuhkan persetujuan DPR

Erric Permana  | 23.02.2018 - Update : 25.02.2018
Kedua kalinya, UU MD3 digugat ke MK Ilustrasi. (Jefri Tarigan-Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Erric Permana

JAKARTA

Undang-undang tentang MPR, DPR dan DPD (MD3) yang baru disahkan oleh DPR dan memantik kontroversi karena berisi pasal kontroversial diugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Uji Materi ke MK ini merupakan yang kedua setelah UU MD3 digugat pada 15 Februari lalu, hanya tiga hari pasca disahkan.

Kuasa Hukum PSI Kamaruddin menilai disahkannya UU MD3 yang memuat tentang pasal anti kritik dan imunitas anggota DPR itu bertentangan dengan substansi demokrasi. Dia mengatakan keputusan untuk mengajukan gugatan lantaran dari hasil poling yang dilakukan partainya di media sosial.

“PSI melakukan poling dan jajak pendapat kepada anggota seluruh Indonesia, 97 persen anggota dan pengurus Partai PSI seluruh Indonesia meminta ini untuk dilakukan Judicial Review,” ujar Kamaruddin di Mahkamah Konstitusi pada Jumat.

Kata dia, Pasal yang digugat tersebut di antaranya Pasal 73, mengenai permintaan DPR kepada Polri untuk memanggil paksa setiap orang yang menolak memenuhi panggilan para anggota dewan, serta Polri wajib memenuhi permintaan tersebut.

Selain itu, Pasal 122 huruf k, mengenai wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum kepada siapapun yang merendahkan kehormatan DPR dan anggotanya. Juga Pasal 245 ayat 1 yang dianggap membangun imunitas buat anggota DPR.

“Pasal imunitas ini diatur dalam konstitusi UUD 1945, tetapi ini ada batasannya berkaitan dengan pekerjaan tugas dan jabatan. Tetapi dalam UU MD3 ditafsirkan meluas,” jelas dia.

Kamaruddin menyatakan dalam uji materi UU MD3, PSI melibatkan 122 advokat dari lintas organisasi.

Menurut Sekjen PSSI Raja Juli Antoni, PSI tetap akan melakukan uji materi terhadap pasal yang dinilai kontroversial dalam UU MD3 meski Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat dinyatakan melanggar kode etik oleh Dewan Etik MK. Dia menilai hakim konstitusi lainnya masih memiliki integritas dalam memproses uji materi.

“Secara yuridis konstitusional, selama beliau belum mundur maka kami percaya bahwa institusi ini akan menegakkan keadilan,” tambah dia.

Sebab kata dia, UU tersebut bisa mengkriminalisasi 250 juta rakyat Indonesia karena mengkritik anggota DPR.

“Misalkan kalau ada rakyat Indonesia membuat meme tentang anggota DPR yang tidur. Kalau anggota DPRnya merasa martabatnya direndahkan, maka orang yang bersangkutan akan dikriminalisasi,” tukas dia.


- Pakar Hukum Tata Negara minta pemerintah konsisten tolak UU MD3

Uji Materi yang dilakukan ini sejalan dengan pendapat Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun. Menurut Refly, UU MD3 akan tetap diundangkan meski tidak mendapatkan persetujuan atau tandatangan dari Presiden RI Joko Widodo.

Refly pun tidak menyarankan pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk membatalkan UU MD3. Sebab, jika presiden mengeluarkan Perppu, dia tetap membutuhkan persetujuan DPR.

“Perppu masih membutuhkan persetujuan DPR. Bagi saya serahkan saja ke MK,” kata Refly saat dihubungi Anadoly Agency pada Jumat.

Justru tidak disetujuinya UU MD3 ini, kata Refly, akan menjadi kekuatan para penggugat dan dengan mudah memenangkan gugatan tersebut di MK. Meski demikian, kata dia, pemerintah harus konsisten dengan sikapnya menolak UU tersebut dalam proses uji materi.

“Kalau pemerintah konsisten, dia tidak defend UU ini di MK nantinya. Dengan demikian maka mudah bagi MK untuk membatalkan,” pungkas Refly.


Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.