Polisi bekuk tujuh pelaku human trafficking 1.164 pekerja migran
Ketujuh pelaku terlibat dalam kasus dan jaringan yang berbeda, serta ditangkap pada waktu dan tempat yang berbeda
Jakarta Raya
Shenny Fierdha
JAKARTA
Polisi menangkap tujuh orang pelaku human trafficking atau perdagangan orang dengan korban sebanyak 1.164 pekerja migran Indonesia.
Polisi mengatakan para pelaku bernama Sahman, M. Reza, dan Ali Idrus yang merupakan petinggi PT Kensur Hutama di Bekasi, Jawa Barat.
Ketiganya, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, telah mengirim 910 pekerja migran ke Timur Tengah secara ilegal sejak tahun 2015.
"Para korban dijanjikan bekerja sebagai petugas kebersihan. Namun sesampainya di Timur Tengah, korban malah bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan dianiaya serta dilecehkan secara seksual oleh majikannya," jelas Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak di kantor Bareskrim, Jakarta, Senin.
Selain itu, polisi juga menangkap dua orang pelaku perdagangan orang bernama Budi Setiawan dan M. Al Ibrahim yang sudah memperdagangkan pekerja migran Indonesia sebanyak 244 orang sejak 2014.
Modusnya para korban dijanjikan bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Uni Emirat Arab, namun nyatanya dipekerjakan ke Suriah dan Sudan.
Dalam kasus dan jaringan yang lain, polisi juga menangkap dua orang pelaku perdagangan orang bernama Joko Eko Supriyanto dan Kadek Aridana.
"Dari November sampai Desember 2017, pelaku mengirim sepuluh orang korban ke Malaysia untuk bekerja di pabrik sarung tangan," ungkap Herry.
Korban juga dijanjikan pekerjaan di Malaysia dengan gaji Rp 7 juta per bulan. Tapi, kenyataannya gaji yang didapat korban tidak sesuai perjanjian.
Ketujuh pelaku ditangkap pada waktu dan tempat yang berbeda. Namun, Herry tidak merinci waktu dan lokasi tepatnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 81 dan Pasal 86 Huruf b UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Pasal 102 Ayat 1 Huruf b UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, dengan ancaman hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 15 miliar.